Suatu hari mereka menikmati alunan piano di sebuah restoran. Wakidjan begitu terpesonanya dengan permainan piano Nadine.
Sambil bertepuk tangan, ia berteriak, “Not a play! Not a play!”
Nadine bengong. “Not a play?”
“Yes. Not a play. Bukan main.”, kata Wakidjan.
Tukidjo yang menemani Wakidjan terperangah. “Bukan main itu bukan not a play, Djan!”
“Your granny (Mbahmu). Humanly I have check my dictionary kok.(Orang saya sudah periksa di kamus kok)” sahut Wakidjan mantap.
Lalu Wakidjan berpaling ke Nadine. “Lady, let’s corner (Mojok yuk).
But don’t think that are nots (Jangan berpikir yang bukan-bukan). I just want a meal together.”
“Ngaco kamu, Djan,” Tukidjo tambah gemes.
“Don’t be surplus (Jangan berlebihan), Djo. Be wrong a little is OK toch.?”
Nadine cuman senyum kecil. “I would love to, but .”
“Sorry if my friend make you not delicious (Maaf kalau teman saya bikin kamu jadi nggak enak)” sambut Wakidjan ramah.
“Different river,maybe (Lain kali barangkali). I will not be various kok (Saya nggak akan macam-macam kok).” tambah Wakidjan
Setelah Nadine pergi, Wakidjan menatap Tukidjo dengan sebal. “Disturbing aja sih, Djo. Does the language belong to your ancestor (Emang itu bahasa punya moyang lu)?”
"Why are you scratch scratch head? (Kenapa kamu garuk-garuk kepala?)" Wakidjan ngedumel melihat Tukidjo hanya garuk-garuk kepala.
Tukidjo menjawab, “Just itchy Djan, because you speak English as delicious as your belly button.” (Gatel aja, Djan, soalnya kamu ngomong Inggris seenak udelmu dewe).
Wakidjan cuman bisa merutuk dalam hati, “His name is also effort.” (Namanya juga usaha)
No comments:
Post a Comment